MANAJEMEN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN BERACUN
SEBAGAI UPAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
SERTA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN PENERAPAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT. TOYOTA MOTOR
MANUFACTURING INDONESIA
Manajemen atau pengelolaan dan penanganan bahan kimia berbahaya dan
beracun atau lebih populer dengan istilah B3 dalam rangka keselamatan dan
kesehatan kerja, merupakan aspek yang sangat penting yang perlu mendapat
perhatian. Banyak terjadi kecelakaan dalam industri yang disebabkan karena ketidaktahuan
operator ataupun pekerja dalam mengenali dan menangani B3 tersebut.
Kecelakaan kerja merupakan dampak yang harus diperhitungkan dan di
antisipasi, sehingga sedapat mungkin hal ini harus dihindari dan dicegah agar tidak
terjadi. Kecelakaan kerja yang berkaitan dengan B3 selain akan menimbulkan korban
bagi pekerja / orang lain juga dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, hal ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan industri tersebut. Disamping
itu akan menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap lingkungan dan masyarakat.
Kita sangat perlu mengetahui pengaruh bahaya dan racun dari B3 tersebut.
Bahan-bahan ini disamping dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan dan
pencemaran lingkungan, pemakaian dan penggunaannya dalam instalasi nuklir juga
dapat menimbulkan radiasi/kontaminasi jika terjadi kecelakaan. Untuk itu dalam
penyimpanan, pengelolaan dan penanganannya perlu memperhatikan faktor
keamanan dan keselamatan. Pengaruh B3 tersebut antara lain: dapat menimbulkan
kebakaran, ledakan, keracunan, dan iritasi pada permukaan atau bagian tubuh
manusia (Gambar 1).
Kebakaran, terjadi bila bahan kimia yang mudah terbakar (pelarut organik dan gas)
berkontak dengan sumber panas. Sumber panas dapat berupa api terbuka, logam
panas, bara api atau loncatan listrik.
Ledakan, yaitu suatu reaksi yang amat cepat dan menghasilkan gas dalam jumlah
yang besar. Ledakan dapat terjadi oleh reaksi yang amat cepat dari bahan peledak,
atau gas yang mudah terbakar atau reaksi dari berbagai peroksida organik.
Keracunan, yaitu masuknya bahan kimia kedalam tubuh yang dapat berakibat
keracunan akut atau keracunan kronik. Keracunan akut sebagai akibat penyerapan B3
dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat dan dapat pula berakibat fatal
seperti keracunan gas CO, dan HCN. Keracunan kronik adalah penyerapan B3 dalam
jumlah sedikit tetapi berlangsung dalam waktu yang lama, sehingga akibatnya baru
dirasakan setelah beberapa bulan atau beberapa tahun sampai puluhan tahun.
Kemudian bahan kimia tersebut seperi uap Pb, benzena dapat mengakibatkan
leukimia.
Iritasi, yaitu kerusakan atau peradangan permukaan tubuh seperti kulit, mata dan
saluran pernafasan oleh bahan kimia korosif, atau iritan seperti asam klorida dan lainlain.
Banyak sekali aspek keselamatan yang perlu diperhatikan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan. Dari seluruh aspek tersebut selalu melibatkan tiga komponen
yang saling berkaitan yakni manusia, prosedur/metode kerja, dan peralatan/ bahan.
Sikap dan tingkah laku pekerja sebagai faktor penyebab terjadinya kecelakaan
kerja antara lain karena :
a. Keterbatasan pengetahuan/ keterampilan pekerja.
b. Lalai dan ceroboh dalam bekerja.
c. Tidak melaksanakan prosedur kerja sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
d. Tidak disiplin dalam mentaati peraturan keselamatan kerja termasuk pemakaian
alat pelindung diri.
Mengingat faktor terbesar penyebab kecelakaan kerja adalah faktor manusia,
maka usaha untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja perlu diarahkan
pada peningkatan pembinaan rasa tanggung jawab, sikap dalam bekerja dan
peningkatan pengetahuan tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Secara umum unsur pengelolaan/manajemen B3 sama dengan unsur
manajemen seperti: Perencanaan (Planing), Pengorganisasian (Organizing),
Pelaksanaan (Actuating) dan Pengendalian (Controlling).
Perencanaan (Planing) dilakukan bertujuan untuk menghindari pengadaan bahan yang
tidak sesuai dengan kegiatan yang akan dikerjakan. Selain itu agar tidak terjadi
penumpukan bahan kimia yang berlebihan disatu sisi dan adanya kebutuhan yang
tidak terpenuhi disisi lain yang dapat mengganggu kegiatan yang akan dilaksanakan.Perencanaan dilakukan untuk kurun waktu tertentu (1 tahun) mulai dari
perencanaan pengadaan, penyimpanan/penggudangan, dan penggunaannya. Dalam
perencanaan ini meliputi identifikasi kebutuhan bahan, klasifikasi bahan dan
perencanaan penyimpanan. B3 dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yakni Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungannya dan Bahan kimia beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia apabila terserap dalam tubuh melalui pernafasan, tertelan, atau kontak melalui kulit.
Pengorganisasian (Organizing) B3 meliputi pemberian wewenang dan tanggung jawab kepada personel yang tepat baik sebagai pengelola, pemakai, maupun pengawas. Pengorganisasian untuk mengelola B3 meliputi penetapan tugas dan wewenang personil pengelola, pemakai, dan pengawas.
Pengorganisasian (Organizing) B3 meliputi pemberian wewenang dan tanggung jawab kepada personel yang tepat baik sebagai pengelola, pemakai, maupun pengawas. Pengorganisasian untuk mengelola B3 meliputi penetapan tugas dan wewenang personil pengelola, pemakai, dan pengawas.
Pelaksanaan (actuating) B3 harus menggunakan prosedur dan instruksi yang
telah ditetapkan. Selain itu setiap kegiatan yang dilakukan harus ada rekaman yang
mencatat kegiatan tersebut untuk memantau status keberadaan B3, penggunaan, dan
interaksinya.
Pengendalian (controlling) B3 merupakan unsur manajemen yang harus
diterapkan pada setiap unsur-unsur yang lain yakni mulai dari perencanaan,
pengorganisasian (organizing), dan pelaksanaan (actuating). Controlling dapat
dilakukan dengan cara inspeksi dan audit terhadap dokumen dan rekaman yang ada. Pengendalian dalam manajemen B3 dapat dilakukan dengan inspeksi, audit
maupun pengujian mulai dari perencanaan, hingga pelaksanaan.
Keanekaragaman jenis limbah akan
tergantung pada aktivitas industri dan
penghasil limbah lainnya. Mulai dari
penggunaan bahan baku, pemilihan proses
produksi dan sebagainya akan mempengaruhi
karakter limbah yang tidak terlepas dari
proses industri itu sendiri. Meskipun demikian,
tidak semua limbah industri merupakan
limbah B3, tetapi hanya sebagian saja. Dan
pada kenyataannya, sebagai besar limbah B3
memang berasal dari kegiatan industri dan
harus ditangani secara khusus.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) didefinisikan sebagai limbah atau kombinasi limbah yang karena kuantitas, konsentrasi, atau sifat fisika dan kimia atau yang memiliki karakteristik cepat menyebar, mungkin yang merupakan penyebab meningkatnya angka penyakit dan kematian, juga memiliki potensi yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan ketika tidak sesuai pada saat diperlakukan, dalam penyimpanan, transportasi, atau dalam
penempatan dan pengolahan (Anonim, 2006). Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang memenuhi salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut :
1. Limbah mudah meledak
2. Limbah mudah terbakar
3. Limbah yang bersifat reaktif
4. Limbah beracun
5. Limbah yang menyebabkan infeksi
6. Limbah bersifat korosif
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) didefinisikan sebagai limbah atau kombinasi limbah yang karena kuantitas, konsentrasi, atau sifat fisika dan kimia atau yang memiliki karakteristik cepat menyebar, mungkin yang merupakan penyebab meningkatnya angka penyakit dan kematian, juga memiliki potensi yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan ketika tidak sesuai pada saat diperlakukan, dalam penyimpanan, transportasi, atau dalam
penempatan dan pengolahan (Anonim, 2006). Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang memenuhi salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut :
1. Limbah mudah meledak
2. Limbah mudah terbakar
3. Limbah yang bersifat reaktif
4. Limbah beracun
5. Limbah yang menyebabkan infeksi
6. Limbah bersifat korosif
Dalam Identifikasi limbah B3 berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1. Limbah B-3 dari sumber tidak spesifik
2. Limbah B-3 dari sumber spesifik
3. Limbah B-3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan.
Limbah Padat Industri Perakitan Kendaraan Bermotor
Berdasar Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang perubahan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 yang berisi Pengelolaan Limbah B3, maka pada industri perakitan kendaraan bermotor terdapat limbah B3 dari sumber spesifik. Sumber pencemaran berasal dari seluruh proses fabrikasi dan finishing logam, manufaktur mesin dan suku cadang, dan juga perakitan itu sendiri. Atau lebih jelasnya berasal dari sludge proses produksi, pelarut bekas dan
cairan pencuci, residu proses produksi, sludge dari IPAL. Sumber pencemaran utamanya yaitu logam dan logam berat ( terutama As, Cd, Br, Cr, Pb, Ag, Hg, Cu, Zn, Se, Sn ), nitrat, residu cat, minyak dan gemuk, senyawa amonia, pelarut mudah terbakar, asbestos, larutan asam.
cairan pencuci, residu proses produksi, sludge dari IPAL. Sumber pencemaran utamanya yaitu logam dan logam berat ( terutama As, Cd, Br, Cr, Pb, Ag, Hg, Cu, Zn, Se, Sn ), nitrat, residu cat, minyak dan gemuk, senyawa amonia, pelarut mudah terbakar, asbestos, larutan asam.
Pengelolaan Limbah B3
Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
a. Minimasi Limbah
b. Polluters Pays Principle
c. Pengolahan dan Penimbunan Limbah B3 di Dekat Sumber
d. Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan
e. Konsep “Cradle to Grave” dan “Cradle to Cradle”
f. Konsep “Cradle To Grave” ialah upaya pengelolaan limbah B3 secara sistematis yang mengatur, mengontrol, dan memonitor perjalanan limbah dari mulai terbentuknya limbah sampai terkubur pada penanganan akhir. Sedangkan Konsep “Cradle To Cradle” adalah konsep baru didalam suatu produksi industri yang berwawasan lingkungan. Pengertian dari konsep ini adalah suatu model dari sistem industri dimana material/bahan mengalir sesuai dengan siklus biologi.
b. Polluters Pays Principle
c. Pengolahan dan Penimbunan Limbah B3 di Dekat Sumber
d. Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan
e. Konsep “Cradle to Grave” dan “Cradle to Cradle”
f. Konsep “Cradle To Grave” ialah upaya pengelolaan limbah B3 secara sistematis yang mengatur, mengontrol, dan memonitor perjalanan limbah dari mulai terbentuknya limbah sampai terkubur pada penanganan akhir. Sedangkan Konsep “Cradle To Cradle” adalah konsep baru didalam suatu produksi industri yang berwawasan lingkungan. Pengertian dari konsep ini adalah suatu model dari sistem industri dimana material/bahan mengalir sesuai dengan siklus biologi.
Aspek Pengelolaan
a. Pengaturan (legal)
Peraturan yang mengatur tentang prosedur pengelolaan limbah B3 secara benar sehingga tidak menimbulkan perusakan lingkungan hidup yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan makhluk lainnya.
b. Institusi,
Perijinan dan Pengawasan Pihak-pihak yang terkait dengan proses pengelolaan limbah B3 tersebut (Badan Institusi kontrol, penghasil, pengumpul, pengangkut, pendaur, pengolah, pemusnah, dan pemerintah)
c. Teknis operasional
Cara pengelolaan limbah B3 secara benar dilapangan agar tidak membahayakan bagi lingkungan sekitar. Aspek yang terkait dengan teknik operasional ialah:
1. Identifikasi (Identification) limbah B3
2. Penyimpanan (Storage) limbah B3
3. Pengumpulan (Collect) limbah B3
4. Pengangkutan (Transport) limbah B3
5. Pengolahan (Treatment) limbah B3
6. Pelabelan limbah B3
7. Pemusnahan (Dispose)limbah B3
d. Pembiayaan
Faktor yang sangat berpengaruh pada proses pengelolaan limbah B3 di Indonesia karena biaya untuk melaksanakan prosedur pengelolaan secara benar masih cukup mahal sehingga mengakibatkan masih banyak industri yang tidak mampu melaksanakan prosedur tersebut.
5. Pengolahan Limbah B3
Wentz (1995) dan Freeman (1998) menyebutkan bahwa pengolahan limbah B-3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B-3 untuk menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya dan/atau sifat racun. Proses pengubahan karakteristik dan komposisilimbah B-3 dilakukan agar limbah tersebut tidak berbahaya dan beracun. Insinerasi adalah proses terkontrol untuk perubahan limbah padat teroksidasi, limbah cair, atau limbah gas mudah terbakar (combustible) yang menghasilkan karbon dioksida, air dan abu. Insinerasi sering dipilih sebagai metode pembuangan akhir pada industri. Insinerator yang bagus dapat
mengurangi berat dan volume limbah sekitar 95%, tetapi hal ini tergantung jumlah abu.
Insinerator tidak diciptakan untuk membakar gelas dan logam (material anorganik), tetapi dirancang untuk membakar material organik yang mengandung karbon, hidrogen dan
oksigen.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa manajemen B3 memerlukan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Dengan menerapkan sistem
manajemen B3 maka pemakaian, penanganan, maupun penyimpanan B3 diharapkan
akan lebih terkontrol/terkendali dan tertelusur, sehingga keselamatan dan kesehatan
kerja serta perlindungan lingkungan akan terjaga. Dalam pelaksanaan penanganan B3
sangat tergantung dari jenis, sifat dan bahaya dari bahan tersebut. Karena masingmasing
B3 memiliki sifat yang berbeda, maka cara penanganan yang paling tepat
hanya dapat diperoleh dari pabrik atau pemasok bahan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar