Kamis, 25 Juni 2015

Dampak Pemanasan Global terhadap Pertanian

 


Perubahan iklim juga berdampak pada perubahan musim tanam (pola tanam), irigasi, ketersediaan air yang berpengaruh pada sektor pertanian. Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam.

Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Beberapa tahun terakhir ini, terjadi perubahan iklim dan telah dirasakan berdampaknya pada pertanian, ketahanan pangan, kesehatan manusia, dan permukiman, termasuk sumber daya air dan keanekaragaman hayati.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb).

Dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi
:
1.gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai.
2.gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara
3.gangguan terhadap permukiman penduduk,
4.pengurangan produktivitas lahan pertanian
5.peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb).


Ancaman Produksi Pangan


Global warming mempengaruhi pola presipitasi, evaporasi, water run-off, kelembaban tanah dan variasi iklim yang sangat fluktuatif yang secara keseluruhan mengancam keberhasilan produksi pangan. Kajian terkait dampak perubahan iklim pada bidang pertanian oleh National Academy of Science/NAS (2007) menunjukkan bahwa pertanian di Indonesia telah dipengaruhi secara nyata oleh adanya variasi hujan tahunan dan antar tahun yang disebabkan oleh Austral-Asia Monsoon and El Nino-Southern Oscilation (ENSO).

Sebagaimana dilaporkan oleh FAO (1996), kekeringan akibat kemarau panjang yang merupakan efek El Nino pada tahun 1997 telah menyebabkan gagalnya produksi padi dalam skala yang sangat besar yaitu mencakup luasan 426.000 ha. Selain tanaman padi, komoditas pertanian non-pangan yang lain seperti kopi, coklat, karet dan kelapa sawit juga mengalami penurunan produksi yang nyata akibat adanya kemarau panjang. Suatu simuasi model yang dikembangkan oleh UK Meteorgical Office sebagaimana dilaporkan DFID (2007), memprediksikan bahwa perubahan cuaca akan menurunkan produksi pangan di Jawa Barat dan Jawa Timur akibat penurunan kesuburan tanah sebesar 2-8 persen.

Degradasi kesuburan lahan tersebut akan memicu penurunan produksi padi 4 persen per tahun, kedele sebesar 10 persen serta produksi jagung akan mengaklami penurunan luar biasa sampai dengan 50 persen.

Menurut laporan Rossane Skirble (2007), perubahan cuaca dan pemanasan global dapat menurunkan produksi pertanian antara 5-20 persen. Negara-negara dengan kondisi geografis yang lebih khusus seperti India dan Afrika akan mengalami penurunan produksi pertanian yang lebih tinggi lagi.

Rabu, 24 Juni 2015

Kebutuhan Fisiologis



Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.

Teori Hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu :

1.) Kebutuhan Fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia. Seperti : Pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran Gas, Minuman, Makanan, Eliminasi, Istirahat dan Tidur, Keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.

2.) Kebutuhan Rasa Aman dan Perlindungan, dibagi menjadi 2 yaitu :
- Perlindungan Fisik, meliputi perlindungan dari ancaman terhadap tubuh dan kehidupan, seperti : kecelakaan, penyakit, bahaya lingkungan.
- Perlindungan Psikologis, meliputi perlindungan dari ancaman peristiwa atau pengalaman baru yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang.

3.) Kebutuhan Rasa Cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki, memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, dan kekeluargaan.

4.) Kebutuhan akan Harga Diri dan perasaan dihargai oleh orang lain serta pengakuan dari orang lain.

5.) Kebutuhan Aktualisai Diri, merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain atau lignkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.


Studi Kasus 'Batik Ramah Lingkungan'

 Image result for gambar batik mudah Image result for gambar batik mudah 



Batik merupakan salah satu ikon budaya indonesia, yang saat ini telah dikenal hingga mancanegara, bahkan telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya indonesia. Beragam gaya, corak, dan warna batik mudah ditemui dan tidak lagi hanya dipakai untuk moment tertentu oleh orang tua, tetapi generasi muda pun bangga mengenakan batik.

Namun disentra-sentra kerajinan batik seperti jawa tengah, limbah dari pabrik yang memproduksi batik mencemari sungai. Pencemaran terjadi karena industri batik masih menggunakan bahan kimia terutama untuk pewarnaan kain. Untuk mengurangi pencemaran sungai maupun kerusakan lingkungan secara umum maka dibuatlah inisiatif memproduksi batik dengan konsep produksi bersih dan memanfaatkan teknologi tepat guna. Inisiatif tersebur diberi nama "CLEAN BATIK INITIATIVE" dan dimulai pada tahun 2010. Proyek itu bertujuan untuk menggalakan proses produksi batik yang lebih bersih, menciptakan konsumen yang sadar lingkungan dan menciptakan lingkungan kebijakan yang mendukung dan mendorong produksi batik yang berkesinambungan.

Konsep produksi bersih dengan menerapkan teknologi tepat guna, misalnya dengan kompor listrik dan blower.
Dalam memproduksi batik ramah lingkungan juga diterapkan prinsip 5R, yaitu :
- Rethink
- Reduce
- Reuse
- Recovery
- Recycle

Pembuatan Batik Ramah Lingkungan dilakukan dengan ZPA, zat pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar,kayu,daun,biji ataupun        bunga. Beberapa jenis tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil :
- Indigo : Tanaman perdu yang menghasilkan warna biru, bagian yang dapat dijadikan pewarnanya itu       daun/ranting.
- Kelapa : Warna yang dihasilkan krem kecoklatan, bagian yang dapat dijadikan pewarnanya itu sabut      kelapa.
- Bawang Merah : Warna yang dihasilkan jingga kecoklatan, bagian yang dapat dijadikan pewarnanya itu kulit bawang merah.

Penggunaan ZPA selain ramah lingkungan, juga turut melestarikan bangsa, yaitu kembali seperti batik aslinya di zaman dahulu ketika menggunakan bahan kayu ataupun akar pohon sebagai pewarna batik. Walaupun begitu tidak semua kayu dapat dijadikan pewarna batik. Diantara kayu yang dapat digunakan sebagai pewarna batik adalah kayu pohon indigo yang menghasilkan warna biru dan pohon soga yang menghasilkan warna cokelat.